Terbujuk rayuan teman di
Bali 14 tahun lalu, Bimbim
—penabuh drum grup
musik Slank—dan
keponakannya, Kaka—
vokalis Slank—pun
mencecapi ”obat langit”
yang membuat
pemakainya melayang-
layang dan ketagihan.
Waktu pertama kali
mencoba (1994), mereka
bilang badan jadi tidak
enak. Muntah-muntah.
Enek. Tapi kok besok
paginya mencari lagi?
Itulah putau, sekali pakai
orang langsung
ketagihan. Maka
berlanjutlah ia memakai
putau.
Semenjak memakai jenis
narkoba ini, Bimbim yang
biasanya pendiam, rapi,
tak suka teriak-teriak,
tiba-tiba berubah.
Demikian juga Kaka.
Banyak pengalaman
pahit, dari sejak mereka
pakai (1994) sampai tahun
1999. Pengalaman di
Lubuk Linggau (1998) juga
tak terlupakan.
Mereka
”kehabisan barang”,
sakau. Tidak ada orang
jual barang seperti itu di
Lubuk Linggau. Bimbim
sampai tidak bisa bangun,
di kamar. Padahal
mereka masih harus
melayani wartawan,
wawancara.
Tinggal
Kaka, yang badannya
lebih kuat, melayani
wartawan, meski dengan
susah payah.
Slank membantah
anggapan bahwa dengan
mengonsumsi Narkoba
seorang seniman bisa
lebih kreatif, justru
sebaliknya, tanpa
menggunakan barang
haram tersebut mereka
terbukti bisa
menghasilkan karya-
karya bagus. [4]
"Saat membikin album
pertama hingga ketiga,
kami belum memakai
Narkoba, tapi album itu
terbukti paling bagus.
Jadi, tanpa Narkoba kami
bisa menghasilkan karya
yang bagus.
Setelah
album ketiga, kami
menjadi pengguna," ujar
Kaka.